BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ajaran Islam merupakan suatu ajaran
agama yang sangat komplit, baik dalam mengatur hubungan hamba dengan Tuhannya
juga mengatur hubungan hamba dengan hamba yang lainnya. Semua itu diatur dalam
ajaran Islam mulai hal yang paling kecil sampai hal yang paling besar.
Aturan-aturan tersebut selain tertuang dalam kitab suci Al-Qur’an juga di
contohkan oleh seorang Rasul yang membawa risalah ajaran agama Islam, sehingga
ajaran Islam bukan hanya sekedar ajaran agama teori tetapi suatu ajaran yang
sangat mudah dimengerti karena di ajarkan melalui praktek sebagaimana yang
dilakukan oleh Rasulullah SAW.
Banyak sekali ajaran Islam yang
langsung di contohkan oleh Rasulullah SAW, baik yang berupa ajaran tauhid,
fiqih, dan sebagainya. Dalam ajaran ilmu fiqih beliau selain mengajarkan
masalah bersuci, shalat, puasa, haji dan sebagainya, beliau juga mengajarkan
kepada umatnya untuk senantiasa menjaga perkataannya dan mengumbar janji yang
tidak ada buktinya sama sekali, atau manusia berjanji pada Tuhannya untuk
melakukan sesuatu jika keinginannya terpenuhi, namun pada kenyataannya
orang-orang jahiliyah dahulu sering ingkar terhadap perkataannya tersebut.
Oleh karena itu Rasulullah SAW
memberikan ajaran bagaimana kalau seseorang itu berjanji dengan orang lain, dan
berjanji pada Tuhannya untuk melakukan sesuatu apabila keinginannya terpenuhi,
kemudian hal apa saja yang menyebabkan sah atau tidaknya janji tersebut, hingga
bagaimana seseorang apabila melanggar janji itu. Apakah harus membayar sebuah
denda atau kifarat dan apa saja yang harus dilakukan agar janji yang tidak
ditepatinya/dilanggarnya itu mendapatkan ampunan dari Allah SWT.
Maka alangkah kompleksnya ajaran
agama Islam dan sangat pantas apabila Islam itu disebut agama Rahmatan lil
‘Alamin.
B.
Rumusan Masalah
1.
Jelaskan apa
yang di maksud dengan sumpah ?
2.
Apa saja
kafarat sumpah itu ?
3.
Terangkan apa
yang di maksud dengan nazar ?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui
pengertian sumpah.
2.
Dapat
mengetahui kafarat sumpah.
3.
Mengetahui arti
dari nazar.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
SUMPAH
(Aymaan)
1. Pengertian
Sumpah (ayman)
Al-Aymaan
adalah jamak (plural) dari
kata Yamiin yang berarti tangan kanan. Penggunaan kata Aymaan dengan
makna sumpah disebabkan kebiasaan orang-orang dahulu yang mengambil sumpah satu
sama lain dengan cara saling memegang tangan kanan. Dalam terminologi syariat Islam,
kata yamiin berarti pernyataan atau penegasan akan sebuah permasalahan
dengan menyebutkan nama Allah SWT, atau salah satu dari sifat-Nya. Makna lainnya, adalah janji dari
pihak yang melakukannya, sebagai pernyataan ketegasan atas tekad untuk
melaksanakan atau sebaliknya. Kata-kata
al-Yamiin, al-Half, al-‘iila, dan al-Qasam, semuanya memiliki
kesamaan apabila ditinjau dari segi makna yakni: pernyataan seseorang untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu perbuatanyang di kuatkan dengan
kata-kata ketergantungan kepada sesuatu yang sesuai denganketentuan syara’, misalnya ”demi
allah” atau “wallahi, billah, atau “tallah” atau kata-kata yang sejenisnya.
Ulama’ sepakat bahwa sumpah yang di benarkan atau sesuai
dengan syari’at islam adalah sumpah yang kalimat sumpahnyamenggunakan atau
menyebut nama atau sifat Allah seperti: “Demi Allah”, “Demi Iradat Allah”, dan
bertujuan untuk kebaikan dan bukan penipuan, hal ini berdasarkan firman Allah;
wur (#ÿräÏGs? öNä3uZ»yJ÷r& Kxyzy
öNà6oY÷t/
¤AÍtIsù 7Pys%
y÷èt/ $pkÌEqç6èO (#qè%räs?ur uäþq¡9$#
$yJÎ/ óO?y|¹
`tã È@Î6y «!$# ( ö/ä3s9ur
ë>#xtã ÒOÏàtã ÇÒÍÈ
artinya; “Dan janganlah kamu
jadikan sumpah-sumpahmu sebagai alat penipu di antaramu,yang menyebabkan
tergelincir kakimu sesudah kokoh tegaknya, dan kamu rasakan kemelaratan (di
dunia) karena kamu menghalangi (manusia) dari jalan Allah; dan bagimu azab yang
besar” (Qs.An-Nahl ; 94)[1]
2.
Macam-macam Sumpah
a. Sumpah
al-Laghwu (gurauan)
Sumpah gurauan adalah yang diucapkan
tanpa maksud yang sebenarnya, seperti perkataan seseorang: “Demi Allah, Anda harus makan,” atau “Demi Allah, Anda harus minum,” dan seterusnya. Ungkapan sumpah
tersebut diucapkan bukan dengan maksud sumpah, tapi disebabkan kecerobohan
dalam berbicara.[2]
Sumpah seperti
ini dianggap tidak mempunyai akibat hukum, sehingga si pengucap sumpah ini
tidak terbebani hukum apa-apa. Hal ini berdasarkan firman Allah swt;
w ãNä.äÏ{#xsã ª!$# Èqøó¯=9$$Î/ þÎû öNä3ÏZ»yJ÷r& `Å3»s9ur Nà2äÏ{#xsã $yJÎ/ ãN?¤)tã z`»yJ÷F{$# ( ÿ¼çmè?t»¤ÿs3sù ãP$yèôÛÎ) Íou|³tã tûüÅ3»|¡tB ô`ÏB ÅÝy÷rr& $tB tbqßJÏèôÜè? öNä3Î=÷dr& ÷rr& óOßgè?uqó¡Ï. ÷rr& ãÌøtrB 7pt6s%u ( `yJsù óO©9 ôÅgs ãP$uÅÁsù ÏpsW»n=rO 5Q$r& 4 y7Ï9ºs äot»¤ÿx. öNä3ÏY»yJ÷r& #sÎ) óOçFøÿn=ym 4 (#þqÝàxÿôm$#ur öNä3oY»yJ÷r& 4 y7Ï9ºxx. ßûÎiüt7ã ª!$# öNä3s9 ¾ÏmÏG»t#uä ÷/ä3ª=yès9 tbrãä3ô±n@ ÇÑÒÈ
Artinya : “
Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud
(untuk bersumpah), tetapi dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu
sengaja, Maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh
orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu,
atau memberi Pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. barang
siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, Maka kaffaratnya puasa selama tiga
hari. yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah
(dan kamu langgar). dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan
kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya)”.[3]
b. Sumpah Mun’aqadah (sah)
Sumpah Mun’aqadah ialah
sumpah yang diniatkan oleh pelakunya dengan benar-benar dan tulus. Adapun hukum
sumpah ini ialah wajib membayar kafarat apabila melanggarnya.
c. Sumpah
Ghamuus (palsu)
Sumpah Ghamuus ialah sumpah
dusta yang dapat menghilangkan hak-hak atau yang bertujuan untuk memalsukan dan
mengkhianati hak-hak orang lain. Sumpah palsu termasuk salah satu dosa besar dan tidak
terkena kafarat disebabkan dosanya yang sangat besar. Oleh karena itu,
disebut dengan ghamuus (palsu), karena akan memasukkan pelakunya ke
dalam api neraka jahanam. Hal ini berkaitan dengan firman
Allah:
artinya; “Sesungguhnya orang-orang yang
menukar janji Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka
itutidak mendapat bagian (pahala) di ahirat, dan Allah tidak akan berkata-kata
dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat dan tidak
pula akan mensucikan mereka, Bagi mereka azab yang pedih”(Qs. Ali Imran;77)[4]
d. Disyaratkan bagi orang yang
bersumpah:
a.
Mukallaf,tidak
sah sumpah anak kecil,orang gila, dan orang tidur.
b.
Dengan
kemauan sendiri,tidaklah sah sumpah orang yang terpaksa.
c.
Dapat
berbicara,tidak sah sumpah orang yang bisu dengan isyarat sebagainya.
d.
Diengaja
bersumpah,tidaklah sah sumpah orang yang terlanjur lidah.[5]
3.
Ada
pun Kegunaan Sumpah Adalah berikut ini;
a. Untuk menangkis tuduhan yang dilancarakan
orang terhadap penggugat.Sumpah ini diucapkan oleh orang yang mengingkari
tuduhan tersebut.
b. Untuk menyatakan kebenaran
diri,pribadi.
c. Untuk berlaku jujur dalam suatu
tugas,atau jabatan yang diserah orang,dalam arti bahawa seorang dalam jabatannya
tidakan berlaku curang.
4.
Hal-Hal
yang Dapat Digunakan untuk Bersumpah
Bersumpah
itu hanya bisa dilakukan dengan menggunakan nama-nama Allah atau
sifat-sifat-Nya. Karena, Nabi saw. bersumpah dengan Allah, Zat yang tiada Tuhan
selain-Nya dan bersumpah dengan ucapannya, “Demi Zat yang jiwa ragaku berada
pada kekuasaan-Nya.” Demikian pula, Jibril as bersumpah dengan sifat izzah
(menang/kuasa) Allah, maka Jibril berkata, “Demi sifat izzah-Mu (sifat
kemenangan-Mu/kekuasaan-Mu) seseorang tidak akan mendengarkan surga kecuali dia
pasti memasukinya.” (HR Tirmizi seraya menyahihkannya).
Dengan
demikian, seseorang tidak boleh bersumpah dengan selain nama-nama dan
sifat-sifat Allah SWT, baik bersumpah dengan sesuatu yang diagungkan dan
dimulyakan Allah atau bersumpah dengan Nabi saw. Hal ini berdasarkan sabda Nabi
saw yang artinyai:“Barangsiapa bersumpah, hendaknya dia
bersumpah dengan Allah, atau (jika tidak) hendaknya dia berdiam diri.” (HR
Bukhari dan Muslim).
“Janganlah bersumpah, kecuali dengan Allah,
dan janganlah bersumpah kecuali kamu dalam keadaan benar.” (HR Abu Daud dan
Nasa’i).
“Barangsiapa bersumpah dengan selain Allah,
maka dia telah musyrik.” (HR Ahmad).
“Barangsiapa bersumpah dengan selain Allah, maka dia telah
kafir.” (HR Abu
Daud dan al-Hakim).[6]
5. Kafarat
(Denda) Sumpah
Kata
kafarat merupakan bentuk mubalaghah dari al-kufru yang
berarti as-sitru (penutup). Maksud kata tersebut pada bahasan ini, ialah
semua bentuk perbuatan yang dapat menghapuskan dan menutupi sebagian dosa,
sehingga tidak ada lagi pengaruh sangsi atas suatu perbuatan, baik di dunia
maupun di akhirat kelak.
Bentuk-bentuk
perbuatan yang dinyatakan sah sebagai kafarat sumpah atas suatu
pelanggaran sumpah adalah:
a.
Memberi makanan
Mayoritas
ahli fiqih mensyaratkan pemberian makanan mesti untuk sepuluh orang miskin
muslim, menurut Abu Hanifah, dibolehkan memberikan makanan untuk satu orang
saja selama sepuluh hari.
b.
Memberi pakaian
Standar
pakaian yang memadai atau layak adalah yang dikenakan oleh orang yang melakukan
kafarat.
c.
Memerdekakan budak
Mayoritas ulama berpendapat bahwa budak
yang dimerdekakan harus beragama Islam atas dasar analogi dengan kafarat pembunuhan
dan zihar. Hal tersebut dimuat dalam teks Al-Qur’an: “Maka wajib
memerdekaan budak yang mukmin.” (al-Nissa: 92)
Dibolehkan
untuk memilih melaksanakan kewajiban puasa selama tiga hari, bila tidak mampu
melaksanakan salah satu dari hal di atas.
Ketiga
pilihan di atas dilaksanakan secara tertib dan tersusun, artinya berawal dari
pilihan yang paling ringan hingga yang berat. Pertama memberi pakaian sebagai
pilihan kedua, dan memerdekakan budak adalah pilihan terakhir. Hal tersebut
dimuat dalam firman Allah SWT;
“…Maka
kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi Makan sepuluh orang miskin,
Yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi
pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. barang siapa tidak
sanggup melakukan yang demikian, Maka kaffaratnya puasa selama tiga hari.” (Al-Maa’idah:
89)
6.
Larangan Bersumpah dengan Nama
Selain Allah
Jika
sumpah dinyatakan tidak sah tanpa menyebut nama atau salah satu sifat Allah,
maka haram hukumnya bersumpah dengan menyebut selain-Nya, karena sumpah
merupakan pengagungan atas nama yang disebutkan. Dan hanya Allah yang berhak
menerima pengagungan tersebut.
Sedangkan
bersumpah dengan menyebut selain-Nya, seperti demi Nabi, demi wali, demi
orangtuaku, demi ka’bah atau semisalnya, sumpahnya batal dan tidak terkena kafarat
jika melanggar, namun ia tetap berdosa karena mengagungkan selain Allah.
7.
Kebolehan Melanggar Sumpah Atas
Dasar Kemaslahatan
Pada
dasarnya, orang yang bersumpah harus menunaikan apa yang telah disumpahkannya.
Namun, dibolehkan membatalkan untuk melaksanakan sumpahnya bila ia berpandangan
ada kemaslahatan yang lebih utama. Allah SWT berfirman;
“Jangahlah kamu jadikan
(nama) Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan,
bertakwa dan Mengadakan ishlah (berbuat baik) di antara manusia dan Allah Maha
mendengar lagi Maha mengetahui.” (Al-Baqarah: 224)
Penjelasan
ayat, janganlah kamu melakukan sumpah dengan menggunakan nama Allah sebagai
penghalang bagimu dalam berbuat baik, takwa, dan perbaikan. Maksudnya, melarang bersumpah dengan
mempergunakan nama Allah untuk tidak mengerjakan yang baik, seperti: demi
Allah, saya tidak akan membantu anak yatim. Tetapi
apabila sumpah itu telah terucapkan, haruslah dilanggar dengan membayar
kafarat.[7]
B.
Nazar
1.
Pengertian Nazar
Nazar adalah mewajibkan kepada diri
sendiri sebuah ibadah yang pada dasarnya tidak wajib dengan menggunakan lafaz
yang menunjukkan hal itu. Seperti berkata, “Jika Allah menyembuhkan penyakitku,
aku akan berpuasa selama tiga hari .”Suatu nazar dinyatakan sah, apabila dilakukan oleh orang
balig, berakal, mampu memilih (tidak ada paksaan), meski mereka tidak beragama
Islam.[8]
2. Macam-macam Nazar
a.
Menjanjikan ibadah apabila mendapat
nikmat atau terhindar dari bahaya.
b.
Mewajibkan ibadah dengan tidak ada
sebab[9]
3. Syarat-syarat Nazar
a. Islam
b. Mukallaf
c. Berakal
Tidaklah
sah nazar orang yang kafir,anak-anak,orang gila,dan nazarnya orang yang kurang
waras.
4.
Hal-hal
yang tidak boleh di nazarkan;
a. Barang yang wajib dikerjakan
menurut syara’,umpamanya,shalat lima waktu(shalat wajib),puasa,dan
sebagainya.Hal ini karena nazar menjdikan wajib sesuatu yang sesungguhnya tidak
wajib menurut syara’,sedangkan shlat lima waktu adalah wajib.
b. Barang yang tidak dapat dikerjakan
karena berat,kuka,dan sebagainya.
c. Perbuatan yang maksiat, sebab melanggar aturan Allah
SWT.,bukan untuk menjauhinya.
d. Orang yang tidak dimiliki, baik hamba ataupun orang yang
merdeka.
5. Sah atau Tidaknya Nazar Dinyatakan
Nazar dinyatakan sah, apabila
dimaksudkan sebagai bentuk pendekatan (taqarrub) kepada Allah. Nazar
seperti itu wajib dipenuhi atau dilaksanakan. Sedangkan nazar dengan maksud melakukan maksiat kepada
Allah, dinyatakan tidak sah untuk dilaksanakan, seperti bernazar meminum
khamar, membunuh, meninggalkan shalat, atau menyakiti orang tua. Apabila
bernazar seperti demikian, maka tidak wajib memenuhinya, bahkan haram
melakukannya, dan tidak kafarat bagi pelanggarnya, karena nazar tersebut
tidak sah.
6.
Kafarat Nazar
Seseorang bernazar, akan tetapi ia
melanggar atau membatalkannya, maka ia wajib membayar kafarat.
Sebagaimana dijelaskan dalam riwayat dari Uqbah bin Amir, bahwa Rasulullah SAW
bersabda yang artinya;
“Kafarat nazar jika tidak disebutkan
secara mendetail, maka digolongkan sebagai kafarat sumpah.” (HR Ibnu Majah dan Tirmidzi)
7.
Meninggal Dunia Sebelum Memenuhi Nazar Puasa
Dalam riwayat dari Ibnu Majah
disebutkan bahwa seorang wanita bertanya kepada Rasulullah SAW: “Ibuku telah
meninggal dunia, namun ia meninggal dunia sebelum memenuhi nazar puasanya.
“Rasulullah menjawab, “Hendaknya Walinya yang melakukan puasa tersebut.”
8.
Nazar
Yang Mewajibkan Kaffarah
Sebagaimana keadaan sumpah,nazar yang tidak di
penuhi oleh orang yang bernazar wajib dibayarkan kaffarahnya:
1.
Karena
Nazar itu dalam perkara maksiat,ketika itu haram dipenuhi nazar itu.
2.
Pada
barang yang tidak dapat dikerjakan,karena berat,susah,dan sebagainya.
3.
Karena
nazar itu tidak disebut,umpamanya seseorang mengatakan,”jika penyakitku
sembuh aku bernazar”dan sebagainya,tanpa menyebutkan nazarnya.
Sabda
Rasulullah SAW. Yang
Artinya:
“Dari ibnu Abbas r.a.,ia berkata,Rasulullah
SAW.’Barang siapa yang bernazar dengan suatu nazar,yang tidak
disebutkannya,kaffarahnya ialah kaffarah sumpah.Dan barang siapa yang bernazar
dengan suatu nazar dalam hal maksiat,kaffarahnya adalah kaffarah sumpah,dan
barang siapa yang bersumpah yang dapat di lakukannya,hendaklah ia bersumpah
nazarnya itu,”.(H.R.Dawud dan
Tirmizi).
Syafi’I dan maliki berkata,”Tidak
wajib kaffarah dalam nazar maksiat,sebab nazar itu tidak sah.Adapun hadis
yang menyebutkan kaffarah hanyalah sekadar hardik atau menakut-nakut seseorang
agar tidak bernazar dalam perkara maksiat.[10]
BAB
III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Sumpah adalah janji dari yang
malakukannya, sebagai pernyataan ketegasan atas tekad untuk melaksankan atau
sebaliknya. Sebuah sumpah dinyatakan sah apabila dilakukan dengan menyebut nama
Allah atau salah satu dari Sifat-nya, seperti Waqudratillahi (Demi
Kekuasaan Allah). Jika sumpah dinyatakan tidak sah apabila tidak menyebut nama
Allah atau salah satu dari Sifat-Nya, maka haram hukumnya bersumpah dengan
menyebut selain-Nya, karena sumpah merupakan pengagungan atas nama yang
disebutkan.
Apabila sumpah itu di langgar maka
harus melakukan kafarat (denda), adapun bentuk-bentuk yang dinyatakan sah
sebagai kafarat (denda) sumpah atas suatu pelanggaran sumpah, yaitu memberi
makanan, memberi pakaian, dan memerdekaan budak. Apabila tidak mampu
melaksanakan salah satu dari itu maka dibolehkan untuk memilih melaksanakan
kewajiban puasa selama tiga hari.
Sedangkan nazar adalah mewajibkan
kepada diri sendiri sebuah ibadah yang pada dasarnya tidak wajib menjadi wajib.
Nazar dinyatakan sah, apabila dimaksudkan sebagai bentuk pendekatan (taqarub)
kepada Allah. Apabila seseorang bernazar, akan tetapi ia melanggarnya atau
membatalkannya, maka ia wajib membayar kafarat, tetapi kafarat nazar tidak
disebutkan secara mendetail dalam hadits nabi pun di jelaskan bahwa kafarat
nazar itu digolongkan sebagai kafarat sumpah.
B. Saran
1. Dosen Pengampu
Semoga bapak
dapat membimbing kami sampai mata kuliah ini terlesaikan, supaya kami dapat
menguasai materi ini dan dapat di amalkan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Teman Seperjuangan
Semoga kita dapat menguasai
materi ini dan jalani semua dengan memberikan yang terbaik dalam kehidupan
sehari-hari.
[1] Hasan saleh,kajian fiqh
nabawi dan fiqh kontemporer(Jakarta, PT Raja Grafindo Persada;2008).hlm.242..
[2] Ibid,
hlm 243
[3] Qs Al maidah;89(al-qur’an dan
terjemahannya;2006)
[4] syamsudin, Menyingkap Dosa-dosa
Besar(Jakarta: Pustaka Amani.1989).hlm.138
[5] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam(Bandung: Sinar
BaruAlgensido,2004).hlm. 483.
[9] Sulaiman, Op. Cit. hlm.484.