Friday, May 3, 2013

makalah fiqh mengenai sumpah dan nazar



BAB I
PENDAHULUAN 
A.   Latar Belakang
Ajaran Islam merupakan suatu ajaran agama yang sangat komplit, baik dalam mengatur hubungan hamba dengan Tuhannya juga mengatur hubungan hamba dengan hamba yang lainnya. Semua itu diatur dalam ajaran Islam mulai hal yang paling kecil sampai hal yang paling besar. Aturan-aturan tersebut selain tertuang dalam kitab suci Al-Qur’an juga di contohkan oleh seorang Rasul yang membawa risalah ajaran agama Islam, sehingga ajaran Islam bukan hanya sekedar ajaran agama teori tetapi suatu ajaran yang sangat mudah dimengerti karena di ajarkan melalui praktek sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW.
Banyak sekali ajaran Islam yang langsung di contohkan oleh Rasulullah SAW, baik yang berupa ajaran tauhid, fiqih, dan sebagainya. Dalam ajaran ilmu fiqih beliau selain mengajarkan masalah bersuci, shalat, puasa, haji dan sebagainya, beliau juga mengajarkan kepada umatnya untuk senantiasa menjaga perkataannya dan mengumbar janji yang tidak ada buktinya sama sekali, atau manusia berjanji pada Tuhannya untuk melakukan sesuatu jika keinginannya terpenuhi, namun pada kenyataannya orang-orang jahiliyah dahulu sering ingkar terhadap perkataannya tersebut.
Oleh karena itu Rasulullah SAW memberikan ajaran bagaimana kalau seseorang itu berjanji dengan orang lain, dan berjanji pada Tuhannya untuk melakukan sesuatu apabila keinginannya terpenuhi, kemudian hal apa saja yang menyebabkan sah atau tidaknya janji tersebut, hingga bagaimana seseorang apabila melanggar janji itu. Apakah harus membayar sebuah denda atau kifarat dan apa saja yang harus dilakukan agar janji yang tidak ditepatinya/dilanggarnya itu mendapatkan ampunan dari Allah SWT.
Maka alangkah kompleksnya ajaran agama Islam dan sangat pantas apabila Islam itu disebut agama Rahmatan lil ‘Alamin.


B.  Rumusan Masalah
1.      Jelaskan apa yang di maksud dengan sumpah ?
2.      Apa saja kafarat sumpah itu ?
3.      Terangkan apa yang di maksud dengan nazar ?
C.  Tujuan
1.      Mengetahui pengertian sumpah.
2.      Dapat mengetahui kafarat sumpah.
3.      Mengetahui arti dari nazar.



BAB II
PEMBAHASAN 
A.  SUMPAH (Aymaan)
1.      Pengertian Sumpah (ayman)
Al-Aymaan adalah jamak (plural) dari kata Yamiin yang berarti tangan kanan. Penggunaan kata Aymaan dengan makna sumpah disebabkan kebiasaan orang-orang dahulu yang mengambil sumpah satu sama lain dengan cara saling memegang tangan kanan. Dalam terminologi syariat Islam, kata yamiin berarti pernyataan atau penegasan akan sebuah permasalahan dengan menyebutkan nama Allah SWT, atau salah satu dari sifat-Nya. Makna lainnya, adalah janji dari pihak yang melakukannya, sebagai pernyataan ketegasan atas tekad untuk melaksanakan atau sebaliknya. Kata-kata al-Yamiin, al-Half, al-‘iila, dan al-Qasam, semuanya memiliki kesamaan apabila ditinjau dari segi makna yakni: pernyataan seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu perbuatanyang di kuatkan dengan kata-kata ketergantungan kepada sesuatu yang sesuai denganketentuan syara’, misalnya demi allah” atau “wallahi, billah, atau “tallah” atau kata-kata yang sejenisnya.
Ulama’ sepakat bahwa sumpah yang di benarkan atau sesuai dengan syari’at islam adalah sumpah yang kalimat sumpahnyamenggunakan atau menyebut nama atau sifat Allah seperti: “Demi Allah”, “Demi Iradat Allah”, dan bertujuan untuk kebaikan dan bukan penipuan, hal ini berdasarkan firman Allah;
Ÿwur (#ÿräÏ­Gs? öNä3uZ»yJ÷ƒr& KxyzyŠ öNà6oY÷t/ ¤AÍtIsù 7Pys% y÷èt/ $pkÌEqç6èO (#qè%räs?ur uäþq¡9$# $yJÎ/ óO?Šy|¹ `tã È@Î6y «!$# ( ö/ä3s9ur ë>#xtã ÒOŠÏàtã ÇÒÍÈ
artinya; “Dan janganlah kamu jadikan sumpah-sumpahmu sebagai alat penipu di antaramu,yang menyebabkan tergelincir kakimu sesudah kokoh tegaknya, dan kamu rasakan kemelaratan (di dunia) karena kamu menghalangi (manusia) dari jalan Allah; dan bagimu azab yang besar” (Qs.An-Nahl ; 94)[1]
2.      Macam-macam Sumpah
a.      Sumpah al-Laghwu (gurauan)
Sumpah gurauan adalah yang diucapkan tanpa maksud yang sebenarnya, seperti perkataan seseorang: “Demi Allah, Anda harus makan,” atau “Demi Allah, Anda harus minum,” dan seterusnya. Ungkapan sumpah tersebut diucapkan bukan dengan maksud sumpah, tapi disebabkan kecerobohan dalam berbicara.[2]
Sumpah seperti ini dianggap tidak mempunyai akibat hukum, sehingga si pengucap sumpah ini tidak terbebani hukum apa-apa. Hal ini berdasarkan firman Allah swt;
Ÿw ãNä.äÏ{#xsムª!$# Èqøó¯=9$$Î/ þÎû öNä3ÏZ»yJ÷ƒr& `Å3»s9ur Nà2äÏ{#xsム$yJÎ/ ãN?¤)tã z`»yJ÷ƒF{$# ( ÿ¼çmè?t»¤ÿs3sù ãP$yèôÛÎ) ÍouŽ|³tã tûüÅ3»|¡tB ô`ÏB ÅÝy÷rr& $tB tbqßJÏèôÜè? öNä3ŠÎ=÷dr& ÷rr& óOßgè?uqó¡Ï. ÷rr& ㍃̍øtrB 7pt6s%u ( `yJsù óO©9 ôÅgs ãP$uÅÁsù ÏpsW»n=rO 5Q$­ƒr& 4 y7Ï9ºsŒ äot»¤ÿx. öNä3ÏY»yJ÷ƒr& #sŒÎ) óOçFøÿn=ym 4 (#þqÝàxÿôm$#ur öNä3oY»yJ÷ƒr& 4 y7Ï9ºxx. ßûÎiüt7ムª!$# öNä3s9 ¾ÏmÏG»tƒ#uä ÷/ä3ª=yès9 tbrãä3ô±n@ ÇÑÒÈ
Artinya        : “ Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, Maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi Pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, Maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya)”.[3]
b.      Sumpah Mun’aqadah (sah)
Sumpah Mun’aqadah ialah sumpah yang diniatkan oleh pelakunya dengan benar-benar dan tulus. Adapun hukum sumpah ini ialah wajib membayar kafarat apabila melanggarnya.
c.       Sumpah Ghamuus (palsu)
Sumpah Ghamuus ialah sumpah dusta yang dapat menghilangkan hak-hak atau yang bertujuan untuk memalsukan dan mengkhianati hak-hak orang lain. Sumpah palsu termasuk salah satu dosa besar dan tidak terkena kafarat disebabkan dosanya yang sangat besar. Oleh karena itu, disebut dengan ghamuus (palsu), karena akan memasukkan pelakunya ke dalam api neraka jahanam. Hal ini berkaitan dengan firman Allah:



artinya; “Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itutidak mendapat bagian (pahala) di ahirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat dan tidak pula akan mensucikan mereka, Bagi mereka azab yang pedih”(Qs. Ali Imran;77)[4]
d.      Disyaratkan bagi orang yang bersumpah:
a.          Mukallaf,tidak sah sumpah anak kecil,orang gila, dan orang tidur.
b.         Dengan kemauan sendiri,tidaklah sah sumpah orang yang terpaksa.
c.          Dapat berbicara,tidak sah sumpah orang yang bisu dengan isyarat sebagainya.
d.         Diengaja bersumpah,tidaklah sah sumpah orang yang terlanjur lidah.[5]

3.      Ada pun Kegunaan Sumpah Adalah berikut ini;
a.    Untuk menangkis tuduhan yang dilancarakan orang terhadap penggugat.Sumpah ini diucapkan oleh orang yang mengingkari tuduhan tersebut.
b.    Untuk menyatakan kebenaran diri,pribadi.
c.    Untuk berlaku jujur dalam suatu tugas,atau jabatan yang diserah orang,dalam arti bahawa seorang dalam jabatannya tidakan berlaku curang.


4.      Hal-Hal yang Dapat Digunakan untuk Bersumpah
Bersumpah itu hanya bisa dilakukan dengan menggunakan nama-nama Allah atau sifat-sifat-Nya. Karena, Nabi saw. bersumpah dengan Allah, Zat yang tiada Tuhan selain-Nya dan bersumpah dengan ucapannya, “Demi Zat yang jiwa ragaku berada pada kekuasaan-Nya.” Demikian pula, Jibril as bersumpah dengan sifat izzah (menang/kuasa) Allah, maka Jibril berkata, “Demi sifat izzah-Mu (sifat kemenangan-Mu/kekuasaan-Mu) seseorang tidak akan mendengarkan surga kecuali dia pasti memasukinya.” (HR Tirmizi seraya menyahihkannya).

Dengan demikian, seseorang tidak boleh bersumpah dengan selain nama-nama dan sifat-sifat Allah SWT, baik bersumpah dengan sesuatu yang diagungkan dan dimulyakan Allah atau bersumpah dengan Nabi saw. Hal ini berdasarkan sabda Nabi saw yang artinyai:“Barangsiapa bersumpah, hendaknya dia bersumpah dengan Allah, atau (jika tidak) hendaknya dia berdiam diri.” (HR Bukhari dan Muslim).
Janganlah bersumpah, kecuali dengan Allah, dan janganlah bersumpah kecuali kamu dalam keadaan benar.” (HR Abu Daud dan Nasa’i).
Barangsiapa bersumpah dengan selain Allah, maka dia telah musyrik.” (HR Ahmad).
“Barangsiapa bersumpah dengan selain Allah, maka dia telah kafir.” (HR Abu Daud dan al-Hakim).[6]

5.       Kafarat (Denda) Sumpah
Kata kafarat merupakan bentuk mubalaghah dari al-kufru yang berarti as-sitru (penutup). Maksud kata tersebut pada bahasan ini, ialah semua bentuk perbuatan yang dapat menghapuskan dan menutupi sebagian dosa, sehingga tidak ada lagi pengaruh sangsi atas suatu perbuatan, baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Bentuk-bentuk perbuatan yang dinyatakan sah sebagai kafarat sumpah atas suatu pelanggaran sumpah adalah:
a.    Memberi makanan
Mayoritas ahli fiqih mensyaratkan pemberian makanan mesti untuk sepuluh orang miskin muslim, menurut Abu Hanifah, dibolehkan memberikan makanan untuk satu orang saja selama sepuluh hari.

b.    Memberi pakaian
Standar  pakaian yang memadai atau layak adalah yang dikenakan oleh orang yang melakukan kafarat.

c.    Memerdekakan budak
Mayoritas ulama berpendapat bahwa budak yang dimerdekakan harus beragama Islam atas dasar analogi dengan kafarat pembunuhan dan zihar. Hal tersebut dimuat dalam teks Al-Qur’an: “Maka wajib memerdekaan budak yang mukmin.” (al-Nissa: 92)
Dibolehkan untuk memilih melaksanakan kewajiban puasa selama tiga hari, bila tidak mampu melaksanakan salah satu dari hal di atas.
Ketiga pilihan di atas dilaksanakan secara tertib dan tersusun, artinya berawal dari pilihan yang paling ringan hingga yang berat. Pertama memberi pakaian sebagai pilihan kedua, dan memerdekakan budak adalah pilihan terakhir. Hal tersebut dimuat dalam firman Allah SWT;



“…Maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi Makan sepuluh orang miskin, Yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, Maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. (Al-Maa’idah: 89)
6.      Larangan Bersumpah dengan Nama Selain Allah
Jika sumpah dinyatakan tidak sah tanpa menyebut nama atau salah satu sifat Allah, maka haram hukumnya bersumpah dengan menyebut selain-Nya, karena sumpah merupakan pengagungan atas nama yang disebutkan. Dan hanya Allah yang berhak menerima pengagungan tersebut.
Sedangkan bersumpah dengan menyebut selain-Nya, seperti demi Nabi, demi wali, demi orangtuaku, demi ka’bah atau semisalnya, sumpahnya batal dan tidak terkena kafarat jika melanggar, namun ia tetap berdosa karena mengagungkan selain Allah.
7.      Kebolehan Melanggar Sumpah Atas Dasar Kemaslahatan
Pada dasarnya, orang yang bersumpah harus menunaikan apa yang telah disumpahkannya. Namun, dibolehkan membatalkan untuk melaksanakan sumpahnya bila ia berpandangan ada kemaslahatan yang lebih utama. Allah SWT berfirman;


 “Jangahlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan, bertakwa dan Mengadakan ishlah (berbuat baik) di antara manusia dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (Al-Baqarah: 224)
Penjelasan ayat, janganlah kamu melakukan sumpah dengan menggunakan nama Allah sebagai penghalang bagimu dalam berbuat baik, takwa, dan perbaikan. Maksudnya, melarang bersumpah dengan mempergunakan nama Allah untuk tidak mengerjakan yang baik, seperti: demi Allah, saya tidak akan membantu anak yatim. Tetapi apabila sumpah itu telah terucapkan, haruslah dilanggar dengan membayar kafarat.[7]





B.  Nazar

1.    Pengertian Nazar
Nazar adalah mewajibkan kepada diri sendiri sebuah ibadah yang pada dasarnya tidak wajib dengan menggunakan lafaz yang menunjukkan hal itu. Seperti berkata, “Jika Allah menyembuhkan penyakitku, aku akan berpuasa selama tiga hari .”Suatu nazar dinyatakan sah, apabila dilakukan oleh orang balig, berakal, mampu memilih (tidak ada paksaan), meski mereka tidak beragama Islam.[8]
2.    Macam-macam Nazar
a.    Menjanjikan ibadah apabila mendapat nikmat atau terhindar dari bahaya.
b.    Mewajibkan ibadah dengan tidak ada sebab[9]

3.    Syarat-syarat Nazar
a.    Islam
b.    Mukallaf
c.    Berakal
Tidaklah sah nazar orang yang kafir,anak-anak,orang gila,dan nazarnya orang yang kurang waras.
4.    Hal-hal yang tidak boleh di nazarkan;
a.    Barang yang wajib dikerjakan  menurut syara’,umpamanya,shalat lima waktu(shalat wajib),puasa,dan sebagainya.Hal ini karena nazar menjdikan wajib sesuatu yang sesungguhnya tidak wajib menurut syara’,sedangkan shlat lima waktu adalah wajib.
b.    Barang yang tidak dapat dikerjakan karena berat,kuka,dan sebagainya.
c.    Perbuatan yang maksiat, sebab melanggar aturan Allah SWT.,bukan untuk menjauhinya.
d.   Orang yang tidak dimiliki, baik hamba ataupun orang yang merdeka.



5.    Sah atau Tidaknya Nazar Dinyatakan
Nazar dinyatakan sah, apabila dimaksudkan sebagai bentuk pendekatan (taqarrub) kepada Allah. Nazar seperti itu wajib dipenuhi atau dilaksanakan. Sedangkan nazar dengan maksud melakukan maksiat kepada Allah, dinyatakan tidak sah untuk dilaksanakan, seperti bernazar meminum khamar, membunuh, meninggalkan shalat, atau menyakiti orang tua. Apabila bernazar seperti demikian, maka tidak wajib memenuhinya, bahkan haram melakukannya, dan tidak kafarat bagi pelanggarnya, karena nazar tersebut tidak sah.
6.     Kafarat Nazar
Seseorang bernazar, akan tetapi ia melanggar atau membatalkannya, maka ia wajib membayar kafarat. Sebagaimana dijelaskan dalam riwayat dari Uqbah bin Amir, bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya;
“Kafarat nazar jika tidak disebutkan secara mendetail, maka digolongkan sebagai kafarat sumpah.” (HR Ibnu Majah dan Tirmidzi)
7.     Meninggal Dunia Sebelum Memenuhi Nazar Puasa
Dalam riwayat dari Ibnu Majah disebutkan bahwa seorang wanita bertanya kepada Rasulullah SAW: “Ibuku telah meninggal dunia, namun ia meninggal dunia sebelum memenuhi nazar puasanya. “Rasulullah menjawab, “Hendaknya Walinya yang melakukan puasa tersebut.”
8.    Nazar Yang Mewajibkan Kaffarah
   Sebagaimana keadaan sumpah,nazar yang tidak di penuhi oleh orang yang bernazar wajib dibayarkan kaffarahnya:
1.                  Karena Nazar itu dalam perkara maksiat,ketika itu haram dipenuhi nazar itu.
2.                  Pada barang yang tidak dapat dikerjakan,karena berat,susah,dan sebagainya.
3.                  Karena nazar itu tidak disebut,umpamanya seseorang mengatakan,”jika penyakitku  sembuh aku bernazar”dan sebagainya,tanpa menyebutkan nazarnya.

Sabda Rasulullah SAW. Yang Artinya:
            “Dari ibnu Abbas r.a.,ia berkata,Rasulullah SAW.’Barang siapa yang bernazar dengan suatu nazar,yang tidak disebutkannya,kaffarahnya ialah kaffarah sumpah.Dan barang siapa yang bernazar dengan suatu nazar dalam hal maksiat,kaffarahnya adalah kaffarah sumpah,dan barang siapa yang bersumpah yang dapat di lakukannya,hendaklah ia bersumpah nazarnya itu,”.(H.R.Dawud dan Tirmizi).
                                         Syafi’I dan maliki berkata,”Tidak wajib kaffarah dalam  nazar maksiat,sebab nazar itu tidak sah.Adapun hadis yang menyebutkan kaffarah hanyalah sekadar hardik atau menakut-nakut seseorang agar tidak bernazar dalam perkara maksiat.[10]


BAB III
KESIMPULAN
A.  Kesimpulan 
Sumpah adalah janji dari yang malakukannya, sebagai pernyataan ketegasan atas tekad untuk melaksankan atau sebaliknya. Sebuah sumpah dinyatakan sah apabila dilakukan dengan menyebut nama Allah atau salah satu dari Sifat-nya, seperti Waqudratillahi (Demi Kekuasaan Allah). Jika sumpah dinyatakan tidak sah apabila tidak menyebut nama Allah atau salah satu dari Sifat-Nya, maka haram hukumnya bersumpah dengan menyebut selain-Nya, karena sumpah merupakan pengagungan atas nama yang disebutkan.
Apabila sumpah itu di langgar maka harus melakukan kafarat (denda), adapun bentuk-bentuk yang dinyatakan sah sebagai kafarat (denda) sumpah atas suatu pelanggaran sumpah, yaitu memberi makanan, memberi pakaian, dan memerdekaan budak. Apabila tidak mampu melaksanakan salah satu dari itu maka dibolehkan untuk memilih melaksanakan kewajiban puasa selama tiga hari.
Sedangkan nazar adalah mewajibkan kepada diri sendiri sebuah ibadah yang pada dasarnya tidak wajib menjadi wajib. Nazar dinyatakan sah, apabila dimaksudkan sebagai bentuk pendekatan (taqarub) kepada Allah. Apabila seseorang bernazar, akan tetapi ia melanggarnya atau membatalkannya, maka ia wajib membayar kafarat, tetapi kafarat nazar tidak disebutkan secara mendetail dalam hadits nabi pun di jelaskan bahwa kafarat nazar itu digolongkan sebagai kafarat sumpah.
B.  Saran
1.    Dosen Pengampu
Semoga bapak dapat membimbing kami sampai mata kuliah ini terlesaikan, supaya kami dapat menguasai materi ini dan dapat di amalkan dalam kehidupan sehari-hari.

2.    Teman Seperjuangan
Semoga kita dapat menguasai materi ini dan jalani semua dengan memberikan yang terbaik dalam kehidupan sehari-hari.


[1] Hasan saleh,kajian  fiqh  nabawi  dan fiqh  kontemporer(Jakarta, PT Raja  Grafindo Persada;2008).hlm.242..
[2] Ibid, hlm 243
[3] Qs Al maidah;89(al-qur’an dan terjemahannya;2006)
[4] syamsudin, Menyingkap Dosa-dosa Besar(Jakarta: Pustaka Amani.1989).hlm.138
[5] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam(Bandung: Sinar BaruAlgensido,2004).hlm. 483.
[6] akusuhendar. Fiqih Ibadah( http:/.wordpress.com/2011/04/20/sumpah-kifarat-dan-nazar/)

[7] akusuhendar. Fiqih Ibadah( http:/.wordpress.com/2011/04/20/sumpah-kifarat-dan-nazar/)
[8] akusuhendar, loc. Cit
[9] Sulaiman, Op. Cit. hlm.484.
[10] vinamike27. http://blogspot.com/2011/12/makalah-saksisumpah-dan-nazar-dalam.html